Kuliah (lagi)
Leuven, 7/1/2018
Long time no see,
Sudah lama tumblr dan blogku tak terjamah, rasanya ingin menuangkan beberapa kalimat setelah memasuki bulan keempat tinggal kira-kira 14.289,9 km dari rumah.
Syukur alhamdulillah Allah memberi aku kesempatan untuk sekolah lagi, setelah jatuh bangun mendaftar sekian banyak deretan beasiswa dari september 2016- awal 2017 (ada yang hampir dapet, ada yang gagal total, ada yang harus nunggu 1 tahun karena pendaftaran univnya kelewatan) mulai dari Erasmus, LPDP, Kedutaan Belanda, Australia, NZ, Italia, Hungaria sampe akhirnya nyangkut di VLIR dan berangkat ke Belgia.
Belgia merupakan negara yang cukup unik, kenapa? Karena negara ini kecil banget, letaknya di tengah benua eropa tepatnya - jadi kalo jalan-jalan gampang karena diapit sama Perancis, Belanda, dan Jerman. Bahasanya juga secara umum dibagi 3 : Flanders (berbahasa belanda), Walonia (berbahasa Perancis) dan minoritas masyarakatnya berbahasa Jerman.
Kalau inget perjuangan ngejar score IELTS, rombak motivation letter, dapetin beberapa LoA sambil kerja + preparation lamaran dan nikah sendiri (karena bang ali tinggalnya jauh banget saudara-saudara) rasanya terharu banget.
Tapi yaaa namanya kuliah di luar ya ada aja tantangannya.
Dari mulai cuaca yang sungguh sangat ekstrim - summernya 18-16 derajat, autumn sekitar 8-2 derajat dan sekarang winter yang 3-1 derajat (tapi karena windy real feelnya -5).
Makanan - waffle, coklat dan frituur nya jangan ditanya, enak banget lah pokoknya, tapi selain itu, I don’t like it :( so tasteless
Bahasa - Karena aku tinggal di Leuven yang notabenenya merupakan wilayah Flanders (berbahasa Belanda), jadi aku lebih banyak berinteraksi dengan orang Flemish dibandingkan orang Walonia (berbahasa perancis). Umumnya orang Flemish bisa 3 bahasa, Inggris, Belanda dan Perancis, sedangkan orang Walonia rata-rata hanya bisa berbahasa Perancis.
Budaya - Dari pengalamanku pribadi, tipikal orang Flemish cenderung konservatif dan tertutup, walaupun kesan awalnya cukup ramah, mereka cukup berhati-hati untuk dekat sama orang baru. Dibandingkan orang Belanda yang lebih to the point, orang Flemish lebih mementingkan kesopanan dan sering menyembunyikan apa yang sebenarnya mereka rasakan. Mereka pekerja keras, idealis dan dekat dengan keluarga. Walaupun engga bisa digeneralisasi rata-rata Orang flemish punya karakter yang berbeda dengan orang Walonia. Untuk bekerja dalam sebuah kelompok tentunya cukup menantang :’) tapi overall kalo kita sudah bisa memahami sifat dan karakter mereka, engga masalah kok insya Allah.
Study - Ini sih yang bikin paling culture shock, aku yang tadinya sama sekali engga kenal yang namanya KU Leuven akhirnya bisa berujung kuliah disini. Awal pendaftaran juga karena terlanjur daftar Erasmus Mundus “Rural Development” di Ghent akhirnya kepikiran buat cari beasiswa kesini.
Enggak pernah nyangka sama sekali kalau universitas ini ternyata salah 1 universitas terbaik di Eropa, bahkan masuk 40 besar dunia. Alhamdulillah. Tapi justru karena reputasinya itu belajar disini berat banget. Mungkin banyak yang bilang “enak banget kuliah di Eropa”, namanya belajar ya ada enak ga enaknya. Gimana cara kita mengakselerasi diri supaya bisa mengikuti pelajaran dengan baik.
Challenge untuk belajar disini adalah semester disini cukup singkat, cuma 3 bulan dan sangat padat, 1 semester kita harus ambil sekitar 6 courses dengan bobot 3-6 ects (1 ects setara 3 sks di indonesia). Total nilai disini 0-20, untuk lulus kita butuh score 10, setara D di Indonesia. Tapi 13 udah cumlaude loh (13 setara BC di Indonesia. Mengulang exam (remidial) disini adalah hal yang biasa. Beberapa senior bilang rata-rata gagal 1-2 kelas, walaupun ada juga yang lulus dengan nilai baik untuk semua courses. Writing paper disini pun enggak main-main, enggak bisa main copy paste, harus banyak rephrase dan menuangkan ide original serta konsisten dalam membuat reference lists, karena kalau sampai terdeteksi plagiarism kita bisa sampai di drop out.
Dalam 1 hari kita bisa punya kelas dari jam 8 pagi sampai jam 8 malam, bacaan papernya banyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak banget, dan tugasnya numpuk banget. Presentasinya juga tiada henti. Kadang weekend bisa habis di perpustakaan sampe jam 12 malem (maklum otakku engga terlalu pintar, writing skill ku kurang, dan bahasa inggrisku sangat terbatas). Awal kuliah disini stress banget sih, sumpah, udah ada juga beberapa kasus anak beasiswa VLIR yang kabur karena ga kuat.
Tapi enaknya adalah waktu liburnya banyak banget, libur hari nasional saint lah, natal, tahun baru, libur exam, libur easter dll. Kalo udah stress banget aku pasti jalan-jalan, kadang disela-sela deadline pun ku nekat cabut ;’)
Dan hari ini tepat hampir 1 minggu menjelang exam dengan puluhan slide dalam 1 course, doakan yaa supaya bisa lulus dengan baik. Kalau becandaan anak sini, We just wanna get D for degree. Aku udah ga expect banyak tentang nilai, karena sebelum-sebelumnya belajar dengan kebanyakan mikir juga ga baik, apalagi track yang aku ambil (ecology) dari Master Sustainable Development) banyak kaitannya dengan biologi dan geografi, so materinya benar-benar baru dan banyak sekali.
Kuliah di luar negeri memang pilihan pribadi, dan tantangan terbesar sesungguhnya jauh dari pasangan, banyak sih terdengar selentingan orang yang berkata “harusnya jangan kuliah jauh-jauh dan pisah karena baru menikah, istri harusnya tinggal dan mengurus suami” tapi karena keputusan ini adalah keputusan kami bersama untuk masa depan kami yang lebih baik, alhamdulillah pasanganku adalah pasangan yang sangat supportif dan pengertian. Insya Allah kami akan memetik hasil baiknya dari perjuangan kami ini, sudah enggak sabar rasanya untuk memasuki easter holiday, karena bang Ali bakal nengok kesini. I am so happy :)
0 Komentar